Sabtu, 27 Oktober 2018

Selamat Hari Santri 2018


Pesantren.
Merupakan suatu tempat yang mengumpulkan berbagai macam manusia menjadi masyarakat yang homogen.

Dengan nilai keagamaan yang kental sebagai landasan aktivitas sehari hari. Gue pikir begitulah seharusnya kita hidup. Tidak menggeser fitrah kita sebagai makhluk Tuhan; menjalankan perintahnya, menjalankan kewajiban kita, atas tujuan kita hidup di dunia; ibadah.

Di pesantren berbagai macam karakter manusia, dari berbagai macam suku, dari berbagai macam budaya, dari berbagai macam lingkungan keluarga yang saaangat berbeda beda menjadi satu. Mengharuskan melakukan aktivitas yang sama, pakaian  yang serupa, ibadah yang terjadwal, belajar yang sama, pelajaran yang sama,  rumah yang sama, buku-buku yang sama. Semua begitu homogen. Tapi karakter atau sifat-sifat individunya tentu berbeda beda. Sehingga disinilah ekspresi bisa tertuang sebebas-bebasnya di dalam aturan-aturan pesantren yang semaksimal mungkin menuntun kita menggapai RidhoNya dan menghindari kita melakukan hal-hal yang dilarangNya. Disinilah masa remaja kita terasa bahagia sekaligus terkontrol dalam menghindari hal yang sia-sia. 

Gue pikir, begitulah hidup.
Semestinya.

Ketika kita semua tahu tujuan hidup di dunia adalah ibadah, maka yang harus dilakukan adalah taat. Sayangnya kita semua juga tahu, taat itu perlu kekuatan dan kesabaran. Itulah mengapa surga jaminannya bagi yang bertahan, bukan goodie bag dan make up kit dari wardah  (hadiah doorprize seminar kali ah).  

Dari pesantren, kita melihat dunia atas orientasi akhirat. Memupuk ilmu yang cukup dan tekat yang kuat.

Sayangnya, ga semua tekat itu bertahan lama.

###

Maka pada hari itu, gue kembali diingatkan.
Pagi itu tumben-tumbennya gue ke kampus pagi-pagi hampir jam delapan untuk skripsian. Sampai di bengkel ARL (Arsitektur Lanskap) gue membuka bubur ayam yang dibeli di depan alfamidi dan mulai makan. Bengkel sepi karena gatau kenapa, mungkin udah pada masuk kelas buat UTS. Tapi di samping serong kiri gue ada seorang mahasiswi, sepertinya dari jurusan lain. Gue perhatiin dia lagi membaca Qur’an sambil membuka hapenya. Ternyata ia sedang mendengarkan lantunan ayat yang sama. Lalu dia ulangi dengan mengikuti bacaannya. Surat pendek Juz 30. Dia pause videonya untuk membacanya lagi. Kemudian didegerin lagi. Perlahan-lahan dan khusyu. Dan seterusnya sampai selesai. Sampai bubur ayam gue juga abis. 

Hari itu gue kembali dingatkan gimana tekat harus membawa diri kita kemanapun melangkah. Bukan lagi soal lingkungan dimana kita berada.

Setiap manusia pasti berubah. Gue yang masih kayak gini suatu saat siapa tau bisa jadi lebih baik. Atau sebaliknya. Maka yang sudah pasti adalah hari ini. 

Maka salah satu doa yang pasti untuk hari ini

“Ya Allah, bimbing hamba.. 

dan juga....”

Mungkin tidak perlu dilanjutkan, 
karena doa diam-diam untuk orang lain akan lebih terkabulkan.

Maka, mohon doa dari kalian juga ya :)
Tapi, diam-diam saja..

Sabtu, 20 Oktober 2018

Epic Comeback

Dulunya blog ini memang dibuka buat umum.
Isinya ya, blog.  Murni blog. Apa yang dialami sehari-hari ditulis. Yang lucu, yang aneh, yang menyenangkan.

Tapi memasuki zona jarang menulis blog lagi, rasanya malah semakin ingin menyembunyikan blog ini dari dunia. Karena punya pribadi yang terbuka hanya ke orang-orang terdekat aja, jadi gue memutuskan untuk menulis hanya untuk diri sendiri.

Semakin jarang nulis, semakin gue gak berkembang juga dalam hal menyampaikan isi cerita yang enak dibaca. Maka semakin males lagi buat gue untuk melanjutkan blog ini. Dan semua tulisan hanya berakhir di draft. Padahal dari dulu sih ini siklusnya begitu begitu mulu. Vakum-nulis-vakum-nulis. Padahal ga ada yang nuntut gue untuk berhenti nulis, pun ga ada juga yang nuntut gue untuk ngelanjutin nulis. Terus kenapa berhenti? Dan lebih lagi kenapa ga mau di share?

Karena gue masih membawa diri gue yang dulu tiap buka blog dan nulis di sini. Yang  mungkin agak beda dengan gue yang sekarang. Jadi gue sendiri bingung dan labil kenapa gue aneh. Kenapa di luar lebih suka ngomong aku-kamu misalnya tapi di blog kayak gue-lu terus, eh tapi ga juga deng.
Ye apadah.

Intinya gue mau kasih tau, bahwa gue mau mulai nulis lagi. Tapi pake gaya cerita yang apa adanya dari awal gue nulis ini blog.  Bebas yekan.

Dan untuk entri-entri yang lalu, silahkan dibaca, silahkan memasuki cerita-cerita gue yang... kalo pas gue baca sekarang sih aga aga malu ye wkwk. Ternyata masih pemalu :)

Biar enak, kenalan dulu sedikit, nama gue Hafsah Faridah. Gue bikin nama sendiri karena di akta sebenernya Hapsah Faridah. Pun nama Hapsah baru dipake lagi buat administrasi dan absensi di perkuliahan. Sebelum2nya? Pake F mulu wkwk. Jadi ya, nama hanyalah nama. Kalo panggilan sih, Acoh sejak TK, dan ga berubah sampe detik ini.

Gue lahir dan besar di Depok. Anak Betawi-Jawa tapi kedua orangtua sama-sama besar di Jakarta, bagian Timur, jadi ya dapet kulturnya lebih ke betawi-betawian-yang kalo nomong sama orang tua juga pake gue lo mah bebas yang pentik asik. Wkwk.
Terus gue sejak SMP-SMA sekolah di daerah sunda, jadi agak luntur logatnya bercampur alusnya orang-orang sunda.
Punya 'rumah lain' di tempat sekolah itu, karena orang tua mendedikasikan waktunya di yayasan yang mengelola tempat sekolah gue itu, dan sampe sekarang masih disana. Jadi ya yang di Depok tetep rumah juga, tapi kalo orangtua adanya di rumah dinas itu. Ini info penting soalnya di tulisan2 yang lalu berhubungan, biar ga bingung aja.

Oiya sekarang udah kuliah di IPB jurusan Arsitektur Lanskap.
Sekian dulu perkenalannya kali ya..

Selamat datang :)